Artwork

Konten disediakan oleh The Conversation. Semua konten podcast termasuk episode, grafik, dan deskripsi podcast diunggah dan disediakan langsung oleh The Conversation atau mitra platform podcast mereka. Jika Anda yakin seseorang menggunakan karya berhak cipta Anda tanpa izin, Anda dapat mengikuti proses yang dijelaskan di sini https://id.player.fm/legal.
Player FM - Aplikasi Podcast
Offline dengan aplikasi Player FM !

Mengapa narasi politik identitas menguat menjelang pemilu?

6:13
 
Bagikan
 

Manage episode 216090638 series 2163845
Konten disediakan oleh The Conversation. Semua konten podcast termasuk episode, grafik, dan deskripsi podcast diunggah dan disediakan langsung oleh The Conversation atau mitra platform podcast mereka. Jika Anda yakin seseorang menggunakan karya berhak cipta Anda tanpa izin, Anda dapat mengikuti proses yang dijelaskan di sini https://id.player.fm/legal.
Anggota Aliansi Muslim Tarakan Kalimantan Utara berunjuk rasa terkait tuduhan penodaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, 4 November 2016. Antoni Halim

Setiap pemilihan umum, kebanyakan politikus Indonesia masih menggunakan isu agama dan kesukuan sebagai jurus utama. Mengantisipasi untuk pemilu serentak tahun depan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sampai harus mewanti-wanti adanya potensi kerawanan sosial. Dikhawatrikan, para kandidat saling lempar retorika politik identitas demi meraih suara pemilih.

Peneliti senior demografi politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Riwanto Tirtosudarmo menyebut fenomena berulang itu sebagai disintegrasi dari dalam. Masyarakat sebenarnya terpecah-pecah. Secara nasional masih satu, tapi dari dalam rasa “kamu orang Madura”, “kamu orang Dayak” menguat.

Karena itu, menurut Riwanto, kita perlu menafsir ulang nasionalisme dan lebih relaks memandangnya.

Reaksi masyarakat terhadap ketimpangan ekonomi dapat mengemuka melalui perbedaan identitas. Agama menjadi satu identitas pembeda yang serius. Ini bukan hanya di Indonesia, tapi juga di Amerika, Eropa dan kawasan lain.

Kecenderungan intoleransi ini merata di hampir setiap tingkatan pendidikan masyarakat. Artinya, tingginya pendidikan tidak lantas membuat seseorang semakin toleran dengan perbedaan. Inilah batu sandungan demokrasi dalam menjaga kemajemukan. Coba lihat survei CSIS pada 2012 yang menunjukkan 33,7% respondennya mengaku enggan memiliki tetangga yang berbeda keyakinan.

Kemajemukan identitas sebenarnya memperkuat bangsa. Maka, perlu usaha bersama supaya Indonesia tidak bubar karena masalah politik primodialisme. Riwanto Tirtosudarmo menjelaskan masalah akut yang kerap melahirkan konflik tersebut.

Edisi ke-24 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

The Conversation
  continue reading

73 episode

Artwork
iconBagikan
 
Manage episode 216090638 series 2163845
Konten disediakan oleh The Conversation. Semua konten podcast termasuk episode, grafik, dan deskripsi podcast diunggah dan disediakan langsung oleh The Conversation atau mitra platform podcast mereka. Jika Anda yakin seseorang menggunakan karya berhak cipta Anda tanpa izin, Anda dapat mengikuti proses yang dijelaskan di sini https://id.player.fm/legal.
Anggota Aliansi Muslim Tarakan Kalimantan Utara berunjuk rasa terkait tuduhan penodaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, 4 November 2016. Antoni Halim

Setiap pemilihan umum, kebanyakan politikus Indonesia masih menggunakan isu agama dan kesukuan sebagai jurus utama. Mengantisipasi untuk pemilu serentak tahun depan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sampai harus mewanti-wanti adanya potensi kerawanan sosial. Dikhawatrikan, para kandidat saling lempar retorika politik identitas demi meraih suara pemilih.

Peneliti senior demografi politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Riwanto Tirtosudarmo menyebut fenomena berulang itu sebagai disintegrasi dari dalam. Masyarakat sebenarnya terpecah-pecah. Secara nasional masih satu, tapi dari dalam rasa “kamu orang Madura”, “kamu orang Dayak” menguat.

Karena itu, menurut Riwanto, kita perlu menafsir ulang nasionalisme dan lebih relaks memandangnya.

Reaksi masyarakat terhadap ketimpangan ekonomi dapat mengemuka melalui perbedaan identitas. Agama menjadi satu identitas pembeda yang serius. Ini bukan hanya di Indonesia, tapi juga di Amerika, Eropa dan kawasan lain.

Kecenderungan intoleransi ini merata di hampir setiap tingkatan pendidikan masyarakat. Artinya, tingginya pendidikan tidak lantas membuat seseorang semakin toleran dengan perbedaan. Inilah batu sandungan demokrasi dalam menjaga kemajemukan. Coba lihat survei CSIS pada 2012 yang menunjukkan 33,7% respondennya mengaku enggan memiliki tetangga yang berbeda keyakinan.

Kemajemukan identitas sebenarnya memperkuat bangsa. Maka, perlu usaha bersama supaya Indonesia tidak bubar karena masalah politik primodialisme. Riwanto Tirtosudarmo menjelaskan masalah akut yang kerap melahirkan konflik tersebut.

Edisi ke-24 Sains Sekitar Kita ini disiapkan oleh Ikhsan Raharjo dan narator Malika. Selamat mendengarkan!

The Conversation
  continue reading

73 episode

Semua episode

×
 
Loading …

Selamat datang di Player FM!

Player FM memindai web untuk mencari podcast berkualitas tinggi untuk Anda nikmati saat ini. Ini adalah aplikasi podcast terbaik dan bekerja untuk Android, iPhone, dan web. Daftar untuk menyinkronkan langganan di seluruh perangkat.

 

Panduan Referensi Cepat