Menyoal Urgensi Iuran Pensiun Tambahan
Manage episode 439135107 series 3152218
Siap-siap upah pekerja bakal dipotong lagi. Kali ini untuk dana pensiun tambahan yang sifatnya wajib. Payung hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut saat ini aturan turunannya tengah disusun alam bentuk peraturan pemerintah, kemudian nanti ditindaklanjuti dengan peraturan OJK.
Pemerintah beralasan dana pensiun tambahan untuk menguatkan perlindungan di hari tua. Caranya dengan meningkatkan replacement ratio atau rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan gaji yang diterima saat bekerja. Menurut OJK, replacement ratio saat ini baru 20 persen, belum sesuai standar minimum yang ditetapkan International Labour Organization (ILO) yaitu 40 persen dari penghasilan terakhir sebelum pensiun.
Persoalan muncul karena pekerja sudah dibebani beragam pungutan atau iuran, mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan yang di dalamnya ada jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan juga pajak penghasilan. Tentunya, rencana iuran dana pensiun ini memicu penolakan karena daya beli masyarakat tengah loyo.
Beberapa bulan lalu, program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga kencang diprotes karena memberatkan pekerja. Namun, program ini tetap bakal bergulir pada 2027 mendatang.
Lantas bagaimana dengan rencana iuran tambahan untuk dana pensiun? Seberapa urgen program tersebut? Apakah skema jaminan pensiun saat ini belum mencukupi? Bagaimana dampaknya jika program baru dana pensiun diterapkan?
Kita bincangkan bersama Direktur Eksekutif The PRAKARSA dan Pengamat Kebijakan Publik, Ah Maftuchan dan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar serta Social Protection Programme Manager International Labour Organization (ILO) Indonesia dan Timor Leste Mr Ippei Tsuruga.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id
1334 episode